Contextual
Teaching and Learning
(CTL) merupakan proses
pembelajaran yang
holistik dan bertujuan
membantu siswa untuk
memahami makna
materi ajar dengan
mengaitkannya terhadap
konteks kehidupan
mereka sehari-hari (baik
dalam konteks pribadi,
sosial maupun dalam
konteks kultural),
sehingga siswa memiliki
pengetahuan/
ketrampilan yang
dinamis dan fleksibel
untuk mengkonstruksi
sendiri secara aktif
pemahamannya.
Contoh:
Saya pernah
mendengar pengalaman
dari salah satu dosen
mengatakan bahwa
beberapa alumni salah
satu perguruan tinggi
yang sudah bekerja di
bidang IT, selalu
menyusun suatu program
tanpa perencanaan yang
jelas. Mereka membuat
sebuah system tanpa
mengikuti prosedur,
seperti pembuatan
system flow, document
flow, maupun DFD.
Memang dari segi waktu,
hal itu akan
membutuhkan waktu
yang agak lama. Tetapi
apakah tidak lebih baik
jika seseorang
merancang sebuah
system dengan membuat
desain sementara untuk
mendapatkan hasil yang
optimal? Karena beliau
pernah mengatakan
bahwa akibat dari
pembuatan system tanpa
prosedur yang jelas,
maka akan
mengakibatkan system
tersebut tidak akan
bertahan lama. Dari sini
saya dapat
menyimpulkan bahwa
konsep dasar dalam
merancang sebuah
system harus mengerti
teori dasar, seperti
kegunaan system flow,
document flow,dan DFD.
Mungkin hal inilah yang
menjadi pemicu
kemalasan beberapa
mahasiswa yang saya
temui karena mereka
tidak tahu untuk apa
diajarkan ketiga hal
tersebut secara berulang
– ulang dalam hamper
setiap mata kuliah.
Pada hakekatnya,
terdapat 7 komponen
pembelajaran yang
efektif meliputi:
1. Konstruktivisme
Konsep ini
menuntut siswa untuk
menyusun dan
membangun makna atas
pengalaman baru yang
didasarkan pada
pengetahuan tertentu.
Pengetahuan itu harus
dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit,
kemudian hasilnya
diperluas melalui
konteks yang terbatas
dan tidak secara tiba –
tiba. Strategi
pemerolehan
pengetahuan lebih
banyak diutamakan
dibandingkan dengan
seberapa banyak siswa
mendapatkan dari/atau
mengingat pengetahuan.
2. Tanya jawab
Konsep ini berisi
kegiatan tanya jawab
yang dilakukan, baik oleh
guru maupun oleh siswa
itu sendiri. Pertanyaan
guru digunakan untuk
memberikan kesempatan
kepada siswa untuk
berpikir secara kritis dan
mengevaluasi cara
berpikir siswa,
sedangkan pertanyaan
siswa merupakan wujud
keingintahuan dari hasil
yang ia peroleh, baik
dalam lingkungan
sekolah maupun di luar
sekolah. Tanya jawab
dapat diterapkan antara
siswa dengan siswa, guru
dengan siswa, siswa
dengan guru, atau siswa
dengan orang lain yang
di datangkan ke kelas.
Ibarat seorang nelayan
memberikan umpan
untuk dimakan oleh ikan,
demikian juga seorang
co-assisten harus bisa
merangsang praktikan
untuk memiliki semangat
bertanya maupun
menjawab pertanyaan
yang telah diajukan, baik
lewat co-assisten
maupun sesama
prkatikan itu sendiri.
3. Inkuiri
Inkuiri merupakan
siklus proses dalam
membangun
pengetahuan/ konsep
yang bermula dari
melakukan observasi,
bertanya, investigasi,
analisis, kemudian
membangun teori atau
konsep. Siklus inkuiri
meliputi; observasi,
tanya jawab, hipoteis,
pengumpulan data,
analisis data, kemudian
disimpulkan.
4. Komunitas belajar
Komunitas belajar
adalah kelompok belajar
atau komunitas yang
berfungsi sebagai wadah
komunikasi untuk
berbagi pengalaman dan
gagasan. Prakteknya
dapat berwujud dalam;
pembentukan kelompok
kecil atau kelompok
besar serta
mendatangkan ahli ke
kelas, bekerja dengan
kelas sederajat, bekerja
dengan kelas di atasnya,
beekrja dengan
masyarakat.
5. Pemodelan
Dalam konsep ini,
kegiatan
mendemontrasikan suatu
kinerja agar siswa dapat
mencontoh, belajr atau
melakukan sesuatu
sesuai dengan model
yang diberikan. Guru
memberi model tentang
how to learn (cara
belajar) dan guru bukan
satu-satunya model
dapat diambil dari siswa
berprestasi atau melalui
media cetak dan
elektronik.
6. Refleksi
Refleksi yaitu
melihat kembali atau
merespon suatu
kejadian, kegiatan dan
pengalaman yang
bertujuan untuk
mengidentifikasi hal
yang sudah diketahui,
dan hal yang belum
diketahui agar dapat
dilakukan suatu tindakan
penyempurnaan. Adapun
realisasinya adalah;
pertanyaan langsung
tentang apa-apa yang
diperolehnya hari itu,
catatan dan jurnal di
buku siswa, kesan dan
saran siswa mengenai
pembelajaran pada hari
itu, diskusi dan hasil
karya.
7. Penilaian otentik
Prosedur penilaian
yang menunjukkan
kemampuan
(pengetahuan,
ketrampilan sikap) siswa
secara nyata. Penekanan
penilaian otentik adalah
pada; pembelajaran
seharusnya membantu
siswa agar mampu
mempelajari sesuatu,
bukan pada diperolehnya
informasi di akhr
periode, kemajuan
belajar dinilai tidak
hanya hasil tetapi lebih
pada prosesnya dengan
berbagai cara, menilai
pengetahuan dan
ketrampilan yang
diperoleh siswa.
Terdapat 6 strategi
Contextual teaching and
learning, antara lain:
1. Problem-based
Dibutuhkan suatu
masalah dalam
kehidupan nyata untuk
bisa merangsang otak
siswa agar bisa berpikir
kritis atas masalah yang
ia peroleh. Demikian
juga halnya dengan
proses belajar mengajar.
Kita harus bisa
mengaitkan masalah
dalam dunia nyata
sebagai salah satu
gambaran ilustrasi guna
mengantarkan suatu
materi yang akan
diajarkan sehingga lebih
mudah dicerna oleh
praktikan. Selain itu,
sebagai seorang co-ass,
kita harus bisa
mengimplementasikan
materi yang kita ajarkan
dalam dunia nyata.
2. Using multiple contexts
Teori ini
menunjukkan bahwa
pengetahuan tidak bisa
dipisahkan dari konteks
social dan fisik di mana
siswa tersebut
berkembang. Artinya,
agar bisa seorang
praktikan menguasai
materi praktikum,
diperlukan sebuah kerja
sama team yang baik
guna membangun
pengetahuan antara satu
sama lain. Hal itu
menunjukkan bahwa
manusia sebagai
makhluk social dan tidak
akan mungkin pernah
tidak membutuhkan
bantuan orang lain,
khususnya dalam hal
proses belajar mengajar.
3. Drawing upon student
diversity
Dengan
meningkatnya
keanekaragaman, maka
akan muncul perbedaan
dalam nilai –nilai, adat
istiadat social, dan
perspektif. Perbedaan ini
dapat menjadi dorongan
untuk belajar bagi
seorang siswa guna
menambah kompleksitas
pengalaman CTL.
Menurut pandangan
saya, persaingan antar
praktikan yang berbeda
daerah, akan
menimbulkan suatu
semangat untuk
mendapatkan nilai yang
lebih. Dengan begitu,
sebagai seorang co-ass,
kita harus bisa memicu
adrenalin pada tiap
praktikan agar mereka
terdorong untuk bisa
menjadi yang lebih baik.
4. Supporting self-regulated
learning
Sebagai seorang
pelajar, siswa dituntut
untuk bisa mandiri
sehingga mampu
mencari, menganalisis
dan menggunakan
informasi dalam
kehidupan sehari –hari.
Untuk bisa
melakukannya, siswa
harus sadar bagaimana
memproses informasi,
menerapkan strategi
pemecahan masalah, dan
menggunakan latar
belakang pengetahuan.
Dari statement di atas,
seorang co-ass harus bisa
sebagai pembimbing
pada tiap praktikannya
agar praktikan tersebut
tidak mengalami
ketergantungan
sehingga mampu menjadi
mahasiswa/I yang
mandiri.
5. Using interdependent
learning groups
Siswa akan
dipengaruhi oleh dan
akan memberikan
kontribusi pada
pengetahuan dan
kepercayaan orang lain.
Hal itu dapat dilakukan
dengan cara
mengadakan kelompok
belajar, atau belajar
masyarakat, yang
didirikan di tempat kerja
dan sekolah – sekolah
dalam upaya untuk
berbagi pengetahuan. Ini
juga merupakan salah
satu sarana dalam
meraih kesuksesan agar
para praktikan juga bisa
bekerja sama dengan
menjalin komunikasi
yang baik sehingga
timbul unsur rasa
percaya antar satu sama
lain.
6. Employing authentic
assessment
CTL ini
dimaksudkan untuk
membangun
pengetahuan dan
keterampilan dalam cara
yang bermakna dengan
melibatkan siswa dalam
kehidupan nyata.
Penilaian pembelajaran
harus selaras dengan
metode dan tujuan
pengajaran. Penilaian
otentik menunjukkan
bahwa pembelajaran
telah terjadi. Penilaian
otentik digunakan untuk
memantau kemajuan
siswa dan
menginformasikan
praktek pengajaran.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar